Sabtu, 07 September 2019

Buku Su Sampai Sumba....!

Cerita ini lagi berbagi rasa.

Kemarin (9/9) senang banget dapat pesan dari Kak Rida yang tinggal di Sumba Timur  melalui WA yang menginformasikan tentang buku.

Dalam WAnya ia bilang demikian:
“Terimakasih kk vina, sudah memperhatikan sekolah minggu anak2 utapambapang, trimakasih atas kebaikan yg sudah kami rasakan kiranya Tuhan slalu memberkati kk vina, Amin.

Tampaknya beliau senang dapat buku panduan mengajar “Yesus Sahabatku dan Teladanku”. Buku ini semacam buku kurikulum untuk mengajar anak-anak di Sekolah Minggu mulai bukan Januari-Desember. Buku tampak seperti hal kecil atau sederhana saja. Bukan barang atau pemberian mewah. Tetapi, sesuatu itu meski terkesan kecil dan sederhana akan bermakna jika tepat pada orang yang membutuhkannya.

Good lessons for me.

Minggu, 01 September 2019

Luther dan Katolik (ditulis oleh Romo Simon Petrus L. Tjahjadi)

Tulisan tahun 2017  lalu dalam rangka menyambut 500 tahun reformasi. Pada tahun 2017 bertepatan dengan peringatan 500 tahun Reformasi. Romo Simon menulis suatu artikel di majalah HIDUP. Foto artikel ini dari WA yang dikirim oleh Romo Simon. Berikut isi artikel tersebut:


LUTHER DAN KATOLIK

Seorang biarawan muda dari Jerman bernama Martin Luther (1483-1546) membuat geger kalangan Gereja, tatkala ia dikabarkan telah memaku pernyataan sikapnya pada pintu masuk gereja biara di Kota Wittenberg, 31 Oktober 1517. Dalam surat itu, Luther mengecam praktik Gereja Katolik yang antara lain memperdagangkan “surat pengampunan dosa” agar mendapatkan uang bagi pembangunan aneka proyek megah, termasuk Gereja St Petrus di Roma.
Banyak orang sederhana zaman Luther percaya, dengan membeli surat itu, mereka akan memperoleh keselamatan, sebab dosa mereka dan dosa mereka yang didoakan, diampuni. Tapi apa artinya ini? Artinya, keselamatan manusia pada akhirnya merupakan hasil prestasi manusia itu sendiri, bukan lantaran rahmat Allah semata!
Nah, Luther mengoreksi cara berpikir demikian (bahwa keselamatan bisa diperoleh dengan prestasi manusia sendiri). Di dalam batinnya Luther sendiri mengalami, betapa ia tetap merasa berdosa meski telah melakukan banyak usaha untuk hidup baik. Pertanyaanya, bagaimana manusia bisa mendapatkan keselamatan atau –dalam bahasa Luther– memperoleh “iustificatio” (pembenaran) dari Allah?
Dalam renungannya atas surat Roma 1:17, Luther menemukan ayat ini: “Sebab di dalam Injil nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman’”. Sekarang Luther menemukan jawabannya: manusia memperoleh pembenaran dari Allah berkat iman dan hanya iman (sola fide)! Dalam imannya, manusia boleh merasa pasti bahwa ia “dibenarkan” oleh Allah lantaran rahmat-Nya semata-mata (sola gratia), maka bukan melalui segala macam perbuatan baik dan saleh hasil prestasinya sendiri. Kepastian ini diketahui dari Kitab Suci saja (sola scriptura), bukan filsafat dan hukum Gereja.
Ajaran Luther tersebut membahayakan posisi resmi Gereja Katolik saat itu. Pada 18 April 1521, dalam sidang di Worms, Luther didesak untuk mencabut ajarannya. Tapi, ia menolak dengan berkata: “Oleh karena suara hatiku terpaut pada Sabda Allah (=Kitab Suci), maka aku tidak bisa dan tidak akan mencabut ajaranku. Sebab celakalah dan mustahillah bahwa aku melawan suara hatiku sendiri. Semoga Tuhan menolong aku!” Perpecahan besar dalam sejarah agama Kristiani pun terjadi. Luther dikucilkan. Namun, ajarannya kelak mendasari munculnya Protestantisme.
Dalam sejarah teologi, ada perdebatan mengenai pembenaran “karena iman semata” (dari pihak manusia) atau “karena rahmat semata” (dari pihak Allah) ini. Luther dituduh melawan ajaran Kitab Suci, bahwa “iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati” (Yak 2,17), hal mana berarti untuk keselamatan diperlukan baik iman maupun perbuatan.
Tetapi prinsip “hanya iman” pada Luther tidak boleh ditafsirkan bahwa manusia hanyalah bersikap pasif dan tidak perlu berbuat baik untuk keselamatannya. Luther mau mengatakan, bahwa keselamatan manusia itu berasal dari Allah, dan bahwa manusia tidak bisa “menyogok” Allah untuk menyelamatkannya, “sebab” ia telah melakukan perbuatan baik. Keselamatan dari Allah adalah anugerah atau rahmat Allah melulu! Manusia menanggapinya secara positif dalam iman yang hidup. Dari iman yang hidup inilah, muncul pelbagai perbuatan baik yang nyata sebagai ungkapannya. Jadi, perbuatan baik, misal ziarah, puasa, ibadat, dan sebagainya “bukanlah” ganti (substitusi) bagi iman, melainkan konsekuensi dari iman yang hidup. Ibarat pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, demikianlah orang beriman. Kata Luther, “Perbuatan baik tidak akan pernah membuat seseorang menjadi baik dan saleh, melainkan sebaliknya, seorang yang baik akan melakukan perbuatan yang baik dan saleh.”
Berkat adanya pemahaman baru ini relasi Gereja Katolik dengan Gereja Protestan makin terasa erat. Sejak pertemuan di Augsburg, 31 Okt 1999, diperoleh persetujuan menyangkut “pembenaran karena rahmat” ini antara pihak Katolik dengan Ikatan Gereja Lutheran Sedunia, lalu dilanjutkan dengan Dewan Gereja Metodis Sedunia (23 Juli 2006), dan akhirnya dengan Perserikatan Gereja Reform Sedunia (4 Juli 2017) di Wittenberg. Salah satu dari beberapa kerikil tajam yang mengganggu ekumene dengan demikian disingkirkan lewat pengakuan bersama: “Kami bersama-sama mengakui, bahwa dalam upayanya mencapai keselamatannya tergantung sepenuhnya pada rahmat Allah… Pembenaran terjadi karena rahmat semata”.
Simon Petrus L. Tjahjadi


Sabtu, 31 Agustus 2019

Yeayy... Tim Panggung Boneka GKLI terbentuk...


Pada akhir Agustus yang lalu, tim kami yaitu Child Ministry YLKA diminta untuk memberikan pelatihan di Gereja Kristen Lutheran Indonesia (GKLI) Sihabonghabong. Tepatnya pada tanggal 25-26 Agustus 2019. Pelatihannya 2 hari, tetapi cukup padat.  Dalam pelatihan itu, kami meminta komitmen dari peserta, khususnya mahasiswa STT untuk melayani anak-anak melalui cerita panggung boneka.


Tantangan yang kami berikan adalah tampil di acara kebaktian Sekolah Minggu pada esok harinya. Padahal baru dapat pelatihan di hari Sabtu, loh. Jadi, aku mendampingi mereka berlatih dan persiapan untuk kebaktian esok. Tidak tanggung-tangung, mereka berusaha keras sampai latihannya jam 9 malam, pemirsahhhh. Suaraku juga sudah habis dan serak, tapi masih tetap semangat dong.


Tim Panggung Boneka GKLI

Esoknya, mereka bisa tampil dan pasti deg-degan. Aku pun turut mendampingi dari belakang layar. Adik-adik mahasiswa kelihatan tegang sekali. Tapi, mereka cukup berani dan mau mencoba. Hal yang lucu terjadi yaitu, pipa panggungnya hampir jatuh. Mereka terlalu semangat mau bergerak sehingga pipa yang dipasang hampir lepas. Aduhhh 🀣 untunglah tidak jatuh, karena langsung aku dan pemain lain menahan dari belakang layar.

Akhir acara, beberapa anak ditanyakan tentang cerita hari ini. Umumnya mereka senang dan mau nonton panggung joneka. Katanya sih nggak bosan. Yeayy... Tim Panggung Boneka yang Baru. Lanjutkan !! πŸ˜„πŸ‘πŸ‘πŸ€—

Dari balik layar panggung



Senin, 12 Agustus 2019

Review David and The Lost Lamb



David and The Lost Lamb
Writer      : W.C. Bauers
Illustrator : Marta Costa ©Penguin Random House LLC
Publisher   : Grosset & Dunlap
Page/Size  : 22 pages; 7 inch
Printed      : 2018

This is tiny Bible Tales about David as the sheperd. Each day, David look after his father’s sheep in the field. One day, one lamb goes off alone, over hill and over stone. What is going happen next?

This book is interesting and suitable for the tiny children. I mean about the content, size and the printed material dan soft colourfull. 

This tiny book is recommended for the children.


Rabu, 06 Maret 2019

Orang-orang Hebat


Catatan 5 Maret 2019

Hari ini menyinggahkan diri ke kampus almamaterku. Senang sekali bisa bertemu orang-orang hebat yang pernah menjadi dosen dan rekan kerja di STT Jakarta. Rekan kerja? Iya, rekan kerja karena aku sempat menjadi staff di sana. Ceritanya fresh graduate yang bekerja di almamater. Bosan dong? Nggak. Malah persaudaraan yang menjunjung profesionalisme semakin dalam. Aku belajar banyak hal dan sampai sekarang meski tahun-tahun berlalu, kami masih bisa berpelukan erat meski mereka semua dosen. Mereka tetap rendah hati. Salut. Luar biasa. Orang-orang hebat.
Prof. Dr. Samuel B. Hakh (beliau adalah bapakku πŸ˜€)

Pdt. Dr. Agustinus Setiawidi (biasa kupanggil Kak Agus)

Pdt. Dr. Ester Pujo (biasa kupanggil Kak Ester)
Add caption

Kamis, 21 Februari 2019

PENANG, 21 Februari 2019

Penang, pada pukul 08.25 pagi.

View dari penginapan tempat kami menginap, tidak jauh dari RS Mount Miriam. Matahari yang hadir di pagi hari diiringi harapan yang selalu diperbaharui.

Hari Kemoterapi.