Rabu, 09 Oktober 2019

Akhirnya terbit, buku Kisah Anak-anak Sumba Timur

Catatan bulan Oktober, 2019


Setelah mengadakan pelatihan penulisan untuk anak-anak Taman Baca (TB) Hambila 1, TB Hambila 2 dan TB Hambila 3 pada bulan Februari-Maret yang lalu, akhirnya buku Kisahku Dari Sumba Timur Kisah tentang Petualangan Anak-anak Sumba Timur. Saat itu ada 30 anak yang ikut dalam pelatihan. Dan, semua anak yang ikut menyumbangkan minimal satu tulisan. Luar biasa talenta dan bakat anak-anak ini.


 
Ada 40 cerita yang ditulis sendiri oleh anak-anak. Proses penyuntingan buku ini angat kunikmati sekali karena cerita-cerita anak Sumba Timur ini cukup beragam. Cara mereka menceritakan itu sangat khas anak-anak.  Buku ini pun menjadi segar dengan ilustrasi yang keren dari ilustrator muda, Lesra yang berusia 18 tahun. 

Terima kasih buat anak-anak Sumba Timur yang bersemangat, untuk kaka pengasuh Taman Baca Hambila 1, Hambila 2 dan Hambila 3 beserta kakak pendeta yang mendukung, juga terima kasih buat mas Arie Saptaji yang sabar melatih anak-anak, dan berbagai pihak seperti tim CM, penata letak buku, percetakan dan orang-orang  yang tentunya turut mendukung baik secara langsung dan melalui doa.

Setelah proses yang tidak mudah untuk menerbitkan buku anak-anak ini, aku bersyukur untuk semua proses itu.  

Akhirnya...


Buku diterbitkan oleh:
Yayasan Lentera Kasih Agape
Komp. Taman Setia Budi Indah Blok HH. No 68 
Medan Sunggal
T/WA: 0812.63303002




Minggu, 22 September 2019

Peserta di Forum Diskusi Kajian-kajian Psikolgi Kristen


Pada hari Selasa, 20 September 2019, aku dan tim Child Ministry (CM), Ribka dan Tian mengikuti kegiatan “Forum Diskusi Kajian-kajian Psikologi Kristen” di Universitas HKBP Nommensen. Menarik mengikuti kegiatan ini yang menampilkan pemakalah dan pengajar psikologi yang turut memberi masukan terhadap isu-isu yang dihadapi oleh orang Kristen. Isu yang dibahas, misalnya penanganan yang dilakukan gereja terhadap anak berkebutuhan khusus, dampak perilaku mahasiswa yang mengikuti kegiatan rohani, peran Naras (suami pendeta GBKP) dalam pelayanan gereja dan perbedaan isu psikolgi dan teologis secara umum, dan tema lainnya.



Untuk materi-materi ini, aku bisa belajar lagi apalagi ada pembahasan tentang anak-anak disabilitas. Silahkan lihat nam-nama pemakalah di bawah ini.







Informasi ini aku dapat dari adikku yang mendapat info dari temannya yang menjadi salah satu pembicara, yaitu: Togi Fitri A. Ambarita, M.Psi (dosen di Universitas HKBP Nommensen. Terima kasih para pembicara yang sudah menyiapkan materi ini. 
Pembicara mendapat tanda mata kain ulos dari panitia

Senin, 16 September 2019

The Interviewer (Short Film), Ketika Disabilitas Berkarya

Film pendek yang bagus. Simpan di sini supaya ingat pembelajarannya.

https://m.youtube.com/watch?v=rgRv4bSdLdU
https://m.youtube.com/watch?v=rgRv4bSdLdU

atau link
https://www.youtube.com/watch?v=wT9PdS9hPFs


Film ini diproduksi oleh Bus Stop Films. Menarik untuk melihat bagaimanana seorang disabilitas ternyata bisa memberikan sumbangsih asalkan diberi kesempatan. Menariknya lagi, proses pembuatan film ini juga dilakukan oleh teman-teman yang disabilitas. Pokoknya film pendek ini keren.

Ini kutipan dari deskripsinya dari link mereka:


"Made through the Bus Stop Films weekly film making workshops for people with an intellectual disability, this film has found it's way onto screens across the globe. Recently going viral in Europe after being exposed on Arte TV and Winning over 30 awards and screening at over 40 film festivals including Short, Shorts Film Festival & Asia, Cleveland, Flickerfest - this is a little film with a big message. Thomas Howell gets more than he's bargained for in a job interview at a prestigious law firm; an insult about his tie, a rendition of Harry Potter and the chance to change the lives of a father and son. If you are after a captioned and audio described version, please check out: https://www.youtube.com/watch?v=rgRv4"


For more information, check out our facebook: https://www.facebook.com/busstopfilms








Sabtu, 07 September 2019

Merayakan bulan kelahiran bersama

Bersama dua anak asuh Rumah Belajar PILAR, aku pun menyempatkan waktu untuk berjalan-jalan bersama Dian dan Luhut. 
"Ada acara apa, bun?" tanya mereka.  
"Merayakan ulang tahun Dian bulan Agustus ini. 'Kan kita sama bulan kelahirannya", kataku sambil melirik Dian yang tersenyum senang. 
"Iya, bun, makasih bun", kata Dian.




Dian anak yang cenderung pendiam, tetapi ia cukup rajin membantu sewaktu Rumah Belajar Pilar masih aktif. Dian dan Luhut, abangnya yang kini sudah tamat SMK adalah dua dari anak-anak asuh PILAR.  

Hari Sabtu itu, 31 Agustus, kami pergi menonton film, main games di Amazone dan makan bersama ambil menikmati es krim. Semoga pengalaman ini memberi smeangat bagi mereka untuk maju dan meraih cita-cita yang tinggi. Setidaknya mereka tahu, ada orang-orang yang peduli ke mereka meski mereka bukan saudara atau keluarga.




Buku Su Sampai Sumba....!

Cerita ini lagi berbagi rasa.

Kemarin (9/9) senang banget dapat pesan dari Kak Rida yang tinggal di Sumba Timur  melalui WA yang menginformasikan tentang buku.

Dalam WAnya ia bilang demikian:
“Terimakasih kk vina, sudah memperhatikan sekolah minggu anak2 utapambapang, trimakasih atas kebaikan yg sudah kami rasakan kiranya Tuhan slalu memberkati kk vina, Amin.

Tampaknya beliau senang dapat buku panduan mengajar “Yesus Sahabatku dan Teladanku”. Buku ini semacam buku kurikulum untuk mengajar anak-anak di Sekolah Minggu mulai bukan Januari-Desember. Buku tampak seperti hal kecil atau sederhana saja. Bukan barang atau pemberian mewah. Tetapi, sesuatu itu meski terkesan kecil dan sederhana akan bermakna jika tepat pada orang yang membutuhkannya.

Good lessons for me.

Minggu, 01 September 2019

Luther dan Katolik (ditulis oleh Romo Simon Petrus L. Tjahjadi)

Tulisan tahun 2017  lalu dalam rangka menyambut 500 tahun reformasi. Pada tahun 2017 bertepatan dengan peringatan 500 tahun Reformasi. Romo Simon menulis suatu artikel di majalah HIDUP. Foto artikel ini dari WA yang dikirim oleh Romo Simon. Berikut isi artikel tersebut:


LUTHER DAN KATOLIK

Seorang biarawan muda dari Jerman bernama Martin Luther (1483-1546) membuat geger kalangan Gereja, tatkala ia dikabarkan telah memaku pernyataan sikapnya pada pintu masuk gereja biara di Kota Wittenberg, 31 Oktober 1517. Dalam surat itu, Luther mengecam praktik Gereja Katolik yang antara lain memperdagangkan “surat pengampunan dosa” agar mendapatkan uang bagi pembangunan aneka proyek megah, termasuk Gereja St Petrus di Roma.
Banyak orang sederhana zaman Luther percaya, dengan membeli surat itu, mereka akan memperoleh keselamatan, sebab dosa mereka dan dosa mereka yang didoakan, diampuni. Tapi apa artinya ini? Artinya, keselamatan manusia pada akhirnya merupakan hasil prestasi manusia itu sendiri, bukan lantaran rahmat Allah semata!
Nah, Luther mengoreksi cara berpikir demikian (bahwa keselamatan bisa diperoleh dengan prestasi manusia sendiri). Di dalam batinnya Luther sendiri mengalami, betapa ia tetap merasa berdosa meski telah melakukan banyak usaha untuk hidup baik. Pertanyaanya, bagaimana manusia bisa mendapatkan keselamatan atau –dalam bahasa Luther– memperoleh “iustificatio” (pembenaran) dari Allah?
Dalam renungannya atas surat Roma 1:17, Luther menemukan ayat ini: “Sebab di dalam Injil nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman’”. Sekarang Luther menemukan jawabannya: manusia memperoleh pembenaran dari Allah berkat iman dan hanya iman (sola fide)! Dalam imannya, manusia boleh merasa pasti bahwa ia “dibenarkan” oleh Allah lantaran rahmat-Nya semata-mata (sola gratia), maka bukan melalui segala macam perbuatan baik dan saleh hasil prestasinya sendiri. Kepastian ini diketahui dari Kitab Suci saja (sola scriptura), bukan filsafat dan hukum Gereja.
Ajaran Luther tersebut membahayakan posisi resmi Gereja Katolik saat itu. Pada 18 April 1521, dalam sidang di Worms, Luther didesak untuk mencabut ajarannya. Tapi, ia menolak dengan berkata: “Oleh karena suara hatiku terpaut pada Sabda Allah (=Kitab Suci), maka aku tidak bisa dan tidak akan mencabut ajaranku. Sebab celakalah dan mustahillah bahwa aku melawan suara hatiku sendiri. Semoga Tuhan menolong aku!” Perpecahan besar dalam sejarah agama Kristiani pun terjadi. Luther dikucilkan. Namun, ajarannya kelak mendasari munculnya Protestantisme.
Dalam sejarah teologi, ada perdebatan mengenai pembenaran “karena iman semata” (dari pihak manusia) atau “karena rahmat semata” (dari pihak Allah) ini. Luther dituduh melawan ajaran Kitab Suci, bahwa “iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati” (Yak 2,17), hal mana berarti untuk keselamatan diperlukan baik iman maupun perbuatan.
Tetapi prinsip “hanya iman” pada Luther tidak boleh ditafsirkan bahwa manusia hanyalah bersikap pasif dan tidak perlu berbuat baik untuk keselamatannya. Luther mau mengatakan, bahwa keselamatan manusia itu berasal dari Allah, dan bahwa manusia tidak bisa “menyogok” Allah untuk menyelamatkannya, “sebab” ia telah melakukan perbuatan baik. Keselamatan dari Allah adalah anugerah atau rahmat Allah melulu! Manusia menanggapinya secara positif dalam iman yang hidup. Dari iman yang hidup inilah, muncul pelbagai perbuatan baik yang nyata sebagai ungkapannya. Jadi, perbuatan baik, misal ziarah, puasa, ibadat, dan sebagainya “bukanlah” ganti (substitusi) bagi iman, melainkan konsekuensi dari iman yang hidup. Ibarat pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, demikianlah orang beriman. Kata Luther, “Perbuatan baik tidak akan pernah membuat seseorang menjadi baik dan saleh, melainkan sebaliknya, seorang yang baik akan melakukan perbuatan yang baik dan saleh.”
Berkat adanya pemahaman baru ini relasi Gereja Katolik dengan Gereja Protestan makin terasa erat. Sejak pertemuan di Augsburg, 31 Okt 1999, diperoleh persetujuan menyangkut “pembenaran karena rahmat” ini antara pihak Katolik dengan Ikatan Gereja Lutheran Sedunia, lalu dilanjutkan dengan Dewan Gereja Metodis Sedunia (23 Juli 2006), dan akhirnya dengan Perserikatan Gereja Reform Sedunia (4 Juli 2017) di Wittenberg. Salah satu dari beberapa kerikil tajam yang mengganggu ekumene dengan demikian disingkirkan lewat pengakuan bersama: “Kami bersama-sama mengakui, bahwa dalam upayanya mencapai keselamatannya tergantung sepenuhnya pada rahmat Allah… Pembenaran terjadi karena rahmat semata”.
Simon Petrus L. Tjahjadi


Sabtu, 31 Agustus 2019

Yeayy... Tim Panggung Boneka GKLI terbentuk...


Pada akhir Agustus yang lalu, tim kami yaitu Child Ministry YLKA diminta untuk memberikan pelatihan di Gereja Kristen Lutheran Indonesia (GKLI) Sihabonghabong. Tepatnya pada tanggal 25-26 Agustus 2019. Pelatihannya 2 hari, tetapi cukup padat.  Dalam pelatihan itu, kami meminta komitmen dari peserta, khususnya mahasiswa STT untuk melayani anak-anak melalui cerita panggung boneka.


Tantangan yang kami berikan adalah tampil di acara kebaktian Sekolah Minggu pada esok harinya. Padahal baru dapat pelatihan di hari Sabtu, loh. Jadi, aku mendampingi mereka berlatih dan persiapan untuk kebaktian esok. Tidak tanggung-tangung, mereka berusaha keras sampai latihannya jam 9 malam, pemirsahhhh. Suaraku juga sudah habis dan serak, tapi masih tetap semangat dong.


Tim Panggung Boneka GKLI

Esoknya, mereka bisa tampil dan pasti deg-degan. Aku pun turut mendampingi dari belakang layar. Adik-adik mahasiswa kelihatan tegang sekali. Tapi, mereka cukup berani dan mau mencoba. Hal yang lucu terjadi yaitu, pipa panggungnya hampir jatuh. Mereka terlalu semangat mau bergerak sehingga pipa yang dipasang hampir lepas. Aduhhh 🤣 untunglah tidak jatuh, karena langsung aku dan pemain lain menahan dari belakang layar.

Akhir acara, beberapa anak ditanyakan tentang cerita hari ini. Umumnya mereka senang dan mau nonton panggung joneka. Katanya sih nggak bosan. Yeayy... Tim Panggung Boneka yang Baru. Lanjutkan !! 😄👏👏🤗

Dari balik layar panggung