Rabu, 20 Juli 2011

Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata (Buat GM)-cerpen favoritku

Oleh Putu Wijaya

Aku menunggu setengah jam sampai toko bunga itu buka. Tapi satu jam kemudian aku belum berhasil memilih. Tak ada yang mantap. Penjaga toko itu sampai bosan menyapa dan memujikan dagangannya.
Ketika hampir aku putuskan untuk mencari ke tempat lain, suara seorang perempuan menyapa.
”Mencari bunga untuk apa Pak?”
Aku menoleh dan menemukan seorang gadis cantik usianya di bawah 25 tahun. Atau mungkin kurang dari itu.
”Bunga untuk ulang tahun.”
”Yang harganya sekitar berapa Pak?”
”Harga tak jadi soal.”
”Bagaimana kalau ini?”
Ia memberi isyarat supaya aku mengikuti.
”Itu?”
Ia menunjuk ke sebuah rangkain bunga tulip dan mawar berwarna pastel. Bunga yang sudah beberapa kali aku lewati dan sama sekali tak menarik perhatianku.
”Itu saya sendiri yang merangkainya.”
Mendadak bunga yang semula tak aku lihat sebelah mata itu berubah. Tolol kalau aku tidak menyambarnya. Langsung aku mengangguk.
”Ya, ini yang aku cari.’
Dia mengangguk senang.
”Mau diantar atau dibawa sendiri?”
”Bawa sendiri saja. Tapi berapa duit?”
Ia kelihatan bimbang.
”Berapa duit.”
”Maaf sebenarnya ini tak dijual. Tapi kalau Bapak mau nanti saya bikinkan lagi.”
”Tidak, aku mau ini.”
”Bagaimana kalau itu?”
Ia menunjuk ke bunga lain.
”Tidak. Ini!”
”Tapi itu tak dijual.”
”Kenapa?”
”Karena dibuat bukan untuk dijual.”
Aku ketawa.
”Sudah, katakan saja berapa duit? Satu juta?” kataku bercanda.
”Dua.”
”Dua apa?”
”Dua juta.”
Aku melongo. Mana mungkin ada bunga berharga dua juta. Dan bunga itu jadi semakin indah. Aku mulai penasaran.
”Jadi, benar-benar tidak dijual?”
”Tidak.”
Aku pandangi dia. Dan dia tersenyum seperti menang. Lalu menunjuk lagi bunga yang lain.
”Bagaimana kalau itu?”
Aku sama sekali tak menoleh. Aku keluarkan dompetku, lalu memeriksa isinya. Kukeluarkan semua. Hanya 900 ratus ribu. Jauh dari harga. Tapi aku taruh di atas meja berikut uang receh logam.
Dia tercengang.
”Bapak mau beli?”
”Ya. Tapi aku hanya punya 900 ribu. Itu juga berarti aku harus jalan kaki pulang. Aku tidak mengerti bunga. Tapi aku menghargai perasaanmu yang merangkainya. Aku merasakan kelembutannya, tapi juga ketegasan dan kegairahan dalam karyamu itu. Aku mau beli bunga kamu yang tak dijual ini.”
Dia berpikir. Setelah itu menyerah.
”Ya, sudah, Bapak ambil saja. Bapak perlu duit berapa untuk pulang?”
Aku terpesona tak percaya.
”Bapak perlu berapa duit untuk ongkos pulang?”
”Duapuluh ribu cukup.”
”Rumah Bapak di mana?”
”Cirendeu.”
”Cirendeu kan jauh?”
”Memang, tapi dilewati angkot.”
”Bapak mau naik angkot bawa bunga yang aku rangkai?”
”Habis, naik apa lagi?”
”Tapi angkot?”
”Apa salahnya. Bunga yang sebagus itu tidak akan berubah meskipun naik gerobak.”
”Bukan begitu.”
”O, kamu tersinggung bunga kamu dibawa angkot? Kalau begitu aku jalan kaki saja.”
”Bapak mau jalan kaki bawa bunga?”
”Ya, hitung-hitung olahraga.”
Dia menatap tajam.
”Bapak bisa ditabrak motor. Bapak ambil saja uang Bapak 150 untuk ongkos taksi.”
Aku tercengang.
”Kurang?”
“Tidak. Itu bukan hanya cukup untuk naik Blue Bird, tapi juga cukup untuk makan double BB di BK PIM.”
Dia tersenyum. Cantik sekali.
”Silakan. Bapak perlu kartu ucapan selamat di bunga?”
”Tidak.”
Dia berpikir.
”Jadi, bukan untuk diberikan kepada seseorang? Bunga ini saya rangkai untuk diberikan pada seseorang.”
”Memang. Untuk diberikan pada seseorang.”
”Yang dicintai mestinya.”
”Ya. Jelas!”
”Sebaiknya, Bapak tambahkan ucapannya. Bunga ini saya rangkai untuk diantar dengan ucapan. Diambil dari puisi siapa begitu yang terkenal. Misalnya Kahlil Gibran.”

Aku terpesona lalu mengangguk.
”Setuju. Tapi tolong dicarikan puisinya dan sekaligus dituliskan.”
Ia cepat ke belakang mejanya mengambil kartu.
”Sebaiknya Bapak saja yang menulis.”
”Tidak. Kamu.”
Ia tersenyum lagi mungkin merasa lucu. Lalu menyodorkan sebuah buku kumpulan sajak. Aku menolak.
”Kamu saja yang memilih.”
”Tapi, saya tidak tahu yang mana untuk siapa dulu.”
”Pokoknya yang bagus. Yang positip.”
”Cinta, persahabatan, atau sayang?”
”Semuanya.”
Ia tertawa. Lalu menulis. Tampaknya ia sudah hapal di luar kepala isi buku itu. Ketika ia menunjukkan tulisannya, aku terhenyak. Itu bukan sajak Gibran, tapi kalimat yang ditarik dari sajak Di Beranda Itu Angin Tak Berembus Lagi karya Goenawan Mohamad:
”Bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata.”
Aku terharu. Pantas Nelson Mandela mengaku mendapat inspirasi untuk bertahan selama 26 tahun di penjara Robben karena puisi.
”Bagus?”
Aku tiba-tiba tak sanggup menahan haru. Air mataku menetes dengan sangat memalukan. Cepat-cepat kuhapus.
”Saya juga sering menangis membacanya, Pak.”
”Ya?”
”Ya. Tapi sebaiknya Bapak tandatangani sekarang, nanti lupa.”
Aku menggeleng. Aku kembalikan kartu itu kepadanya.
”Kamu saja yang tanda tangan.”
”Kenapa saya?”
”Kan kamu yang tadi menulis.”
”Tapi itu untuk Bapak.”
”Ya memang.”
Ia bingung.
”Kamu tidak mau menandatangani apa yang sudah kamu tulis?”
”Tapi, saya menulis itu untuk Bapak.”
”Makanya!”
Ia kembali bingung.
”Kamu tak mau mengucapkan selamat ulang tahun buat aku?”
Dia bengong.
”Aku memang tak pantas diberi ucapan selamat.”
”Jadi, bunga ini untuk Bapak?”
”Ya.”
”Bapak membelinya untuk Bapak sendiri?”
”Ya. Apa salahnya?”
”Bapak yang ulang tahun?”
”Ya.”
Dia menatapku tak percaya.
”Kenapa?”
”Mestinya mereka yang yang mengirimkan bunga untuk Bapak.”
”Mereka siapa?”
”Ya, keluarga Bapak. Teman-teman Bapak. Anak Bapak, istri Bapak, atau pacar Bapak…”
”Mereka terlalu sibuk.”
”Mengucapkan selamat tidak pernah mengganggu kesibukan.”
”Tapi itu kenyataannya. Jadi aku beli bunga untuk diriku sendiri dan ucapkan selamat untuk diriku sendiri karena kau juga tidak mau!”
Aku ambil uangku dan letakkan lebih dekat ke jangkauannya. Lalu aku ambil bunga itu.
”Terima kasih. Baru sekali ini aku ketemu bunga yang harganya 900 ribu.”
Aku tersenyum untuk meyakinkan dia bahwa aku tak marah. Percakapan kami tadi terlalu indah. Bunga itu hanya bonusnya. Aku sudah mendapat hadiah ulang tahun yang lain dari yang lain.
Tapi sebelum aku keluar pintu toko, dia menyusul.
”Ini uang Bapak,” katanya memasukkan uang ke kantung bajuku sambil meraih bunga dari tanganku, ”Bapak simpan saja.”
”Kenapa? Kan sudah aku beli?”
Aku raih bunga itu lagi, tapi dia mengelak.
”Tidak perlu dibeli. Ini hadiah dariku untuk Bapak. Dan aku mau ngantar Bapak pulang. Tunjukkan saja jalannya. Itu mobilku.”
Dia menunjuk ke sebuah Ferrari merah yang seperti nyengir di depan toko.
”Aku pemilik toko ini.”
Aku terkejut. Sejak itulah hidupku berubah.
Jakarta, 30 Juni 2011
Dimuat di Harian KOMPAS, 17 Juli 2011


**** Cerpen Putu Wijaya ini sederhana tetapi dialog-dialog di dalamnya cukup dalam. Rasanya ingin terus mengetahui apa yang terjadi selanjutnya. Aku tidak bosan membaca cerpen ini sampai berkali-kali diulang terus. Berharap suatu saat nanti akan menulis cerpen seperti ini, sederhana tetapi dalam. Great, Putu Wijaya. Semoga terus menginsipirasi orang lain.  



Puisi Goenawan Mohammad

Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi

Di beranda ini angin tak kedengaran lagi
Langit terlepas. Ruang menunggu malam hari
Kau berkata: pergilah sebelum malam tiba
Kudengar angin mendesak ke arah kita


Di piano bernyanyi baris dari Rubayyat
Di luar detik dan kereta telah berangkat
Sebelum bait pertama. Sebelum selesai kata
Sebelum hari tahu ke mana lagi akan tiba


Aku pun tahu: sepi kita semula
bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata
Pohon-pohon pun berbagi dingin di luar jendela
mengekalkan yang esok mungkin tak ada


1966



Minggu, 10 Juli 2011

Renungan untuk Guru

Apakah anda seorang guru/pendidik/pengajar atau orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan? Coba baca ungkapan dari William Arthur Ward. Seandainya kita seorang GURU, kira-kira kita menjadi seperti guru siapa ya? Atau, jika kita menjadi seorang murid, kira-kira kita akan memilih GURU yang mana?


Mediocre teacher  tells
Good teacher explains
Superior teacher demonstrates
Great teacher inspires
~ William Arthur Ward ~

Guru biasa memberitahukan
Guru baik menjelaskan
Guru ulung memeragakan
Guru hebat mengilhami
~ William Arthur Ward ~

Cerita untuk anak: Allah Mencipta

Allah Mencipta
(Cerita Anak dengan Sudut Pandang BUMI)
Bacaan:  Kejadian 1: 26

Dalam cerita ini, setiap pencerita mengatakan kalimat : “Allah memang baik” , anak-anak akan merespons dengan menggerakkan tangan dan merespons dengan kata-kata: “Puji Tuhan” 

N: untuk pemeran suara Allah
B: untuk pemeran Bubu (Bumi Bulat)
***

Hai teman-teman. Namaku Bubu, kepanjangan dari Bumi Bulat. Bulat karena memang bentukku bulat, seperti bola. Pernah ’kan melihat bola? Pada mulanya Allah menciptakanku. Tapi aku belum berbentuk seperti sekarang ini. Juga tidak berbentuk persegi panjang, segitiga ataupun bentuk lain. Saat itu aku juga masih kosong. Kosong berarti belum terisi apa-apa. Belum ada tumbuhan seperti pohon, belum ada laut, belum ada hewan seperti singa, harimau, ular dan lain-lain. Aku juga masih gelap sekali. Ya seperti ini…Gelap di mana-mana  (minta anak menutup mata  sejenak, lalu tanyakanlah apa yang mereka lihat). Ya, tidak kelihatan apa-apa.(minta  anak membuka mata mereka) Apakah kalian senang gelap (tanyakan kepada anak-anak). Lalu, Allah berfirman:

(N)Sebaiknya AKU menjadikan TERANG.  Jadilah terang, dan terang itu jadi. )  Itulah hari 1


(B) Perlahan-lahan satu…..dua…..tiga…..Ada terang. Wah, senangnya ada terang. Coba kalau gelap, apakah teman-teman berani? Kalau terang, semua jadi kelihatan jelas kan. Aku jadi tidak takut lagi…Allah memang Baik (Anak-anak mengatakan:  Puji Tuhan)

Allah membuat kalo terang itu dinamakan Siang, kalo gelap itu dinamakan Malam.
Lalu berfirmanlah Allah:

(N) Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air”

(B)Hah, Cakrawala? Apa itu cakrawala? Seperti apa ya cakrawala?

(N)Ternyata Allah memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu dari air yang ada di atasnya. Allah menamai cakrawala itu Langit. Jadilah petang, jadilah pagi itulah hari ke 2

(B) Langit?  Lalu kemudian di tempatku…ada laut, ada darat Wah, teman-teman, Aku si Bumi mulai berbentuk. Allah memang Baik (Anak-anak mengatakan Puji Tuhan)

Mmm tadinya aku mau tidur, tetapi kemudian…eh…Allah berfirman:

(N) “Hendaklah tanah menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, pohon yang berbuah, yang berbiji” Aka nada banyak pohon-pohon dan tumbuhan yang ada di bumi ini. Bumi akan teduh dengan berbagai tumbuhan” Itulah hari ke 3

(B)Teman-teman, bagus ’ngak kalau banyak pohon?  Teduh ya? Apalagi ada buah-buahan, sayur, pokoknya banyak. Aku tidak sendiri lagi dan tidak kosong. Allah memang Baik (Anak-anak mengatakan Puji Tuhan)

Tapi lho…lho, apa ini…ada benda-benda penerang. Ada matahari, bulan bintang-bintang. Bulan dan bintang sangat indah di malam hari. Dan siang hari ada matahari. Kenapa mereka muncul ya? Oo rupanya karena Allah berfirman:

(N) Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dan malam. Benda-benda penerang itu akan menerangi-mu Bumi”. Itulah hari ke 4

(B) Hei teman-teman, aku senang sekali. Waktu malam tiba, aku tidak akan kegelapan, karena ada benda-benda penerang. Waktu siang juga ada cahaya matahari yang memberikanku tenaga juga lho. Aku semakin senang  Allah menciptakan semua ini. Allah memang Baik (Anak-anak mengatakan Puji Tuhan)
Aku pikir sudah selesai, tapi ternyata berfirmanlah Allah:

(N) Hendaklah dalam air hidup berbagai jenis ikan dan penuhilah lautan …dan di atas bumi, di langit, burung-burung beterbangan bertambah banyak. Itulah hari ke 5


(B) Ada ikan , tahukah teman-teman dimana ikan tinggal? …(Beri kesempatan  anak-anak untuk menjawab) Burung burung terbang di…. …(Beri kesempatan  anak-anak untuk menjawab) Beraneka ragam hewan diciptakan Allah. Penghuni bumi semakin banyakkkkk.  Allah memang Baik (Anak-anak mengatakan Puji Tuhan)
Allah juga berfirman:

(N) “Aku akan menjadikan segala jenis makhluk hidup, ternak dan binatang melata dan binatang liar pada hari yang ke 6 Aku menciptakan manusia yang segambar denganku memilikimata untuk melihat, tangan untuk bekerja. Berbeda dengan makhluk hidup seperti burung dan ikan, manusia kuciptakan dengan hati, akal dan pikiran.

(B) Semakin banyak penghuni bumi ini.  Ada matahari, bulan, bintang, burung-burung , ikan…
Tetapi ternyata manusia diciptakan Allah sangat special. Siapa ya manusia itu? (anak-anak menunjuk dirinya sendiri) Allah membuat manusia segambar dan serupa dengan Allah. Sungguh beruntung teman-teman, kan teman-teman, manusia. Bisa bicara, berpikir, berjalan. Allah memang Baik (Anak-anak mengatakan Puji Tuhan)


PENUTUP
(B) Nah, teman-teman…Penciptaan Tuhan sangat indah kan, ada langit biru  yang membentang luas . Ada laut tempat ikan-ikan hidup. Ada darat tempat hewan dan tumbuhan. Semuanya berguna bagi manusia. Ciptaan Tuhan yang indah ini akan rusak kalau kita tidak menjaganya dengan baik. Cara menjaganya: Buang bekas permen ke tempat sampah, atau bekas jajanannya jangan dibuang ke jalan, nanti jalan kotor menimbulkan bau dan bakteri, jadinya mudah  sakit. Kertas jangan dirobek sembarangan. Karena kertas berasal dari pohon, Semakin banyak kertas, maka banyak pohon yang ditebang lalu kalo tidak ada pohon, tanah akan mudah rusak, longsor dan banjir. Jadi kita harus menjaga ciptaan Tuhan karena bagi kita Allah memang Baik (Anak-anak mengatakan Puji Tuhan).
                                                                              ***

Metode yang dipakai dalam menyampaikan cerita untuk anak memakai pendekatan Membaca Alkitab dengan Mata Anak  yang pernah diajarkan oleh Pdt. Justitia Hattu. Cerita ini pernah aku sampaikan pada Kebaktian Gabungan Pelayanan Anak GPIB Filadelfia, Medan 4 Juli 2010.  Tks, Uti untuk sharing ilmunya :-)

Sebagian anak-anak dari Kelas Anak Kecil

Keukenhof - Taman Tulip Terbesar

Say it with flowers ......

Melihat bunga-bunga menambah kegembiraan tersendiri. Saat berkunjung ke Keukenhof, Belanda, banyak snapshot yang bisa kuambil. Indah... Bunga-bunga itu ditata begitu rapi dan dipamerkan. Keukenhof sendiri berarti taman dapur. Keukenhof menjadi kebun bunga terbesar di dunia yang terletak di sebelah selatan Belanda, yakni di kota Lisse. Waktu itu, kami (Mama, Sonya, Christian, Rafael dan aku) naik bus tour dari kota Amsterdam. Tidak sampai 45 menit, kami sudah tiba di sana. Kebun yang luasnya 80 hektar ini sangat indah dan hanya dibuka untuk pameran pada akhir Maret sampai pertengahan Mei (sekitar musim semi menjelang musim panas). Bunga tulip memang hanya berbunga saat itu saja. Menurut tour guide kami, setelah musim panas berlalu, bunga-bunga itu akan digunakan sebagai makanan sapi. Mungkin karena mereka mau memanfaatkan bunga-bunga yang jumlahnya jutaan itu.  

Biasanya tema pameran bunga Keukenhof berbeda tiap tahunnya. Kalau di tahun 2010 temanya "From Russia with love" maka tema tahun 2011 adalah "Deutchland Land der Dicher un Denker" (artinya kira-kira: Jerman, negara anda dan pemikir-mohon koreksi ya buat yang tahu artinya).

Keindahan bunga-bunga indah tersebut tidak bisa kulewatkan begitu saja. Sayangnya, kameraku sempat error :-( sehingga hanya dapat mengambil beberapa foto. Ini beberapa foto yang dapat dilihat:






Sabtu, 09 Juli 2011

Puisi untuk Mama

Mamaku
seorang pejuang keras
banyak pengorbanan
hinaan tidak dibalas
melahirkan
menyusui
memandikan
membesarkan
mengasuh
mendidik
 mengajar
teguh berjalan
walau kadang terseok
demi anak-anak 
terima kasih, Mama 
love you, Ma






Kamis, 07 Juli 2011

My SnapShot of Hamburg

Taman Kota di Hamburg
Indahnya bunga bermekaran di musim semi ini

Bunga Tulip ala Jerman

Bunganya indah sekali

bebek yang menikmati sinar matahari


Rabu, 06 Juli 2011

Friendship doesn't count miles but bythe heart

Aku paling suka dengan kutipan ini. 
Beberapa sahabatku memang berada jauh dari tempatku. 
Melalui kutipan ini, aku jadi terhibur. 
Meski sudah bertahun-tahun terpisah jarak jauh, 
tetapi persahabatan kami tetap terjalin erat. 
Syukurlah....