Teman-teman,
Berikut ini tulisan yang
diperoleh dari postingan seorang teman yang tinggal di Frankfurt,
Fitzerald Kennedy Sitorus (Beliau pernah mengajar di STT Jakarta untuk
mk. Filsafat. Saat ini sedang menempuh studi doktoral di Frankfurt).
Amat menarik mengikuti dialog tersebut, tetapi sekaligus menyedihkan.
Sungguh pembelajaran buat kita untuk menjadi arif dan bijaksana ketika
menjadi pemimpin dan jika kita memilih orang lain sebagai pemimpin. Saya
sengaja mempostingkan tulisan tersebut dengan izin beliau.
Dialog Emosional antara Ephorus HKBP dengan masyarakat Batak di Frankfurt sekitarnya
Pada
hari Senin (5 Maret 2012, pukul 19.00 waktu setempat) sebuah pertemuan
antara komunitas Batak di Frankfurt dan sekitarnya mengadakan pertemuan
dan diskusi dengan Ephorus HKBP, Pdt. Bonar Napitupulu, yang kebetulan
sedang berkunjung ke Jerman. Ephorus Napitupulu didampingi oleh Kepala
Biro Oikoumene, Pdt. Henry Napitupulu.
Dalam diskusi tersebut sejumlah pertanyaan kritis mengenai HKBP diajukan oleh para peserta, antara lain :
1. mengenai money politics terselubung melalui pembentukan Tim Sukses dalam proses pemilihan eforus,
2.
pembelaan berlebihan yang dilakukan oleh pimpinan HKBP atas pendeta
pelaku pelecehan seksual terhadap 19 siswa sekolah Bibelvrow di
Laguboti,
3. penerimaan duit Rp 1 miliar oleh HKBP dari PT TPL (Inti Indorayon Utama) dalam rangka Pesta Jubileum 2011 lalu hingga
4.
usaha konkret yang telah dilakukan oleh HKBP dalam membantu jemaatnya
yang sedang mengalami penindasan dari kelompok2 tertentu, misalnya
jemaat HKBP Filadelfia, Bekasi.
Forum ini seharusnya bisa
menjadi kesempatan klarifikasi atau pemberian yang informasi yang benar
kepada para simpatisan atau anggota HKBP yang berada di luar negeri,
yang kebetulan mengikuti pertemuan tersebut.
Tapi hal itu tidak
terjadi karena Ephorus Napitupulu justru menjadi marah dan sangat
emosional setelah mendengarkan pertanyaan2 tersebut. „Yang Saudara
ajukan itu adalah pernyataan2 yg meragukan integritas saya dan HKBP,
bukan pertanyaan. Anda jauh-jauh merantau ke sini, tapi bertanya seperti
orang tidak terpelajar,“ kata Ephorus sambil menyerang balik orang yang
mengajukan pertanyaan. Ephorus justru mempertanyakan mengapa masyarakat
Batak di Frankfurt dan sekitarnya percaya pd informasi yg hanya
diperoleh lewat internet atau Facebook (tampaknya Ephorus ini belum
menyadari bahwa sekarang umat manusia telah hidup dalam abad teknologi
komunikasi yang canggih…) Kemarahan tersebut tentu menimbulkan keheranan
dan tanda tanya bagi peserta pertemuan.
1. Ephorus
mengatakan bhw tidak pernah ada money politics terselubung dalam proses
pemilihan Ephorus HKBP, entah itu melalui pemberian fasilitas berupa
biaya transportasi, biaya hotel, pemberian jas atau dasi kepada para
pemilik hak suara. Tentu, orang yang mengetahui kenyataan sesungguhnya
di lapangan bisa menilai apakah jawaban tersebut jujur atau tidak.
2.
Ephorus mengatakan bhw tdk benar ada pelecehan seksual terhadap 19
siswa sekolah bibelvrow. Yang terjadi adalah, kata Eforus, Pdt Siman itu
menyuruh siswi2 itu membuka baju mereka dan mengangkat rok mereka. Tapi
siswi2 itu tidak mau. Karena itu tdk ada pelecehan, kata Eforus.
Jawaban konyol ini menimbulkan protes dari peserta diskusi. Tindakan
pendeta yang menyuruh siswa itu membuka baju dan mengangkat rok sudah
merupakan sebuah pelecehan seksual. Pelecehan seksual tdk harus berupa
kontak fisik. Karena itu Anda salah kalau berdasarkan fakta itu
menyimpulkan tidak ada pelecehan, demikian peserta diskusi memprotes.
Yang lebih aneh adalah komentar Ephorus yang mengatakan bahwa „tidak
mungkin Pdt Siman itu kuat mengerjain 19 perempuan sekaligus, apa dia
superman?“ Ini tentu pernyataan dengan pilihan kata2 dan logika yang
sangat mengecewakan. Ephorus Napitupulu juga mengaku tidak pernah
menyuruh siswi korban pelecehan itu menyusun tulisan yang berisi
pendapat mereka mengenai Pdt. Siman. Yang saya suruh mereka tuliskan
adalah apa sebenarnya yang terjadi saat itu. Napitupulu juga mengatakan
bahwa rombongan calon Bibelvrow itu meminta2 ongkos pulang kepada
Kapolres, ketika mereka melaporkan kasus itu kepada polisi (menurut
Eforus, Kapolres memberi Rp 4 juta).
3. Ephorus juga
menyatakan bahwa tidak pernah HKBP menerima duit 1 miliar dr PT TPL.
„Sampai saat ini saya selalu menolak untuk berkhotbah atas undangan PT
TPL,“ katanya.
4. Ephorus tdk menjawab dengan jelas apa
usaha konkret yang telah dilakukan oleh HKBP untuk membantu jemaat
seperti HKBP Filadelfia, Bekasi, dalam mengatasi penindasan yang mereka
alami. Ephorus justru bicara berputar2 mengenai SKB 3 menteri, dan
bahkan seakan2 menyalahkan jemaat yang terlalu bersemangat mendirikan
gereja tanpa cukup mengindahkan peraturan2 terkait. Tampaknya HKBP
memang tdk atau belum melakukan usaha yang konkret untuk membantu jemaat
kecil seperti jemaat Filadefia itu.
5. Ephorus justru
mengaku, berkaitan dengan pertanyaan nomor 1 dan 3, banyak sekali fitnah
dialamatkan kepadanya. Katanya, ada sekitar 16 selebaran gelap dan 3
buah buku yg ditulis dengan maksud mencemarkan nama baiknya. Dia juga
mengatakan bahwa ia baru akan menanggapi fitnah itu setelah ia nanti
pensiun sebagai eforus.
Dialog yang diwarnai dengan marah-marah
itu akhirnya membuat sejumlah orang yang masih menyimpan pertanyaan
mengurungkan niat mereka untuk mengajukan pertanyaan, karena suasana
menjadi tidak menarik lagi untuk berdialog. Respon yang emosional itu
justru membuat peserta pertemuan meragukan kebenaran tanggapan2 yang
diberikan beliau. Sungguh disayangkan.
(Silahkan lihat postingan status Fitzerald Kennedy Sitorus untuk lebih lengkapnya.Terima kasih)