Sabtu, 25 April 2020

Review Burung-burung Manyar (Y.B. Mangunwijaya)



Ini review novel “Burung-Burung Manyar” ala aku ya.😊

Novel “Burung-Burung Manyar” 
Penulis        : Yusuf Bilyarta Mangunwijaya (Y.B. Mangunwijaya) atau Romo Mangun
Penerbit      : Kompas
Isi/Ukuran : 406 halaman; 20 cm
ISBN             : 978-9-797-098421
Cetakan 1   : 2014
Cetakan 5   : Juni 2016

Tokoh utama: Teto, Atik, Mayor Verbruggen .

Konflik batin yang dialami Teto, si tokoh utama dalam novel ini. Teto adalah anak tunggal dari pasangan Letnan Barjabasuki (keturunan keraton yang lulus dari Akademi Belanda) daan Maurice, ibunya keturunan Indo-Belanda. Keluarganya mengabdi pada pihak Belanda. Novel ini menceritakan konflik batin yang dialami Teto, mulai ia remaja sampai ia dewasa. Ia sempat bergabung dengan Belanda sebagai tentara KNIL.

Mungkin sudah banyak yang membahas isi novel ini yang menyorot konflik batin yang dialami Teto, si tokoh utama novel ini. Saya sih penasaran mengapa Romo Mangun membuat judul novelnya Burung-burung Manyar. Jadi saya hanya mengambil atau membahas dari sudut itu saja ya.

Judul novel ini diambil dari disertasi Doktoranda Larasati Janakatamsi alias Atik yang membahas Burung-burung Manyar. Atik adalah gadis dari masa lalu Teto. Burung-burung manyar adalah pencuri padi yang pandai membuat sarang berbentuk pertut  dan berpipa ke bawah (Mangunwijaya: 311)

"Apa relevansi penelitian terhadap pembangunan kehidupan kita sebagai nasional yang masih muda", tanya si penguji. Larasati menjelaskan tentang kisah tragis burung-burung manyar jantan. Mereka harus membangun sarang yang rapi dan dan becitra perlindungan (Mangunwijaya: hal. 312. Sarang yang dibangun dari alang-alang  atau daun-daun tebu atau daun-daun yang panjang. Sementara itu betina hanya melihat saja. Kemudian manyar betina akan memilih rancangan sarang dan memilih yang terbaik dan berkenan di hati mereka (hal. 313). Yang terpilih pasti bahagia karena karya dipilih, sementara manyar jantan yang tidak terpilih dibongkar hingga rusak. Manyar-manyar jantan yang frustasi mencari alang-alang lagi bahan untuk membangun sarang baru. Dari manakah perilaku pantang menyerah ini muncul?

Pada akhirnya, pembahasan Atik mengarah pada citra diri atau jati diri atau Innerlichkeit dalam Bahasa Jerman, sesuatu sumber kesadaran diri di dalam lubuk kedalaman hakikat kita yang masih serba misteri ini (Mangunwijaya: hal. 317).  Menurut Atik, burung-burung manyar  bukan hanya membangun sarang burung, melainkan bahasa Pembangunan itu sendiri yang mengejawantah ke dalam sikap dan emosi yang dpaat tercatata oleh mata manusia, tertangkap telinga manusia (Mangunwijaya: hal 318). Selanjutnya ada paparan untuk mencari arti dan makna untuk memahamai burung manyar ataupun makhluk hidup lainnya. Paparan menarik yang agak filosofis ada pada halaman 316-319.

Novel sangat menarik karena membahas berbagai hal filosofis, mitos, legenda bahkan sejarah. Sungguh Romo Mangun sangat pintar meramu semua itu menjadi bacaan yang tidak membsankan meski ada pembahasan sejarah juga. Ada beberapa istilah/kata bahasa Jawa, tetapi itu kemudian diberikan arti pada halaman tersebut.  Novel ini direkomendasikan pokoknya.

Catatan:

Sebelumnya novel ini dicetak oleh Penerbit Djambatan pada tahun 1981.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar