Senin, 02 Maret 2020

(Review) The Castle in The Pyrenees -Jostein Gaarder


The Castle in The Pyrenees
Kisah Filosofis tentang Jiwa dan Nurani

Penulis: Jostein Gaarder
Penerbit: Mizan Publishing
Isi/ukuran: 296 halaman;  13 cm x 21 cm
ISBN: 978-602-441-022-3
Cetakan 1: Maret 2018

Sampul belakang
Bagaimana keyakinanmu tentang hal-hal yang tak kauketahui jawabannya?
Selama lima tahun, Steinn dan Solrun hidup bersama dengan bahagia. Namun, semua berubah ketika dalam perjalanan ke pegunungan, mereka menabrak seorang nenek. Sejak kejadian itu, mereka berpisah, dan jalan hidup mereka saling menyimpang. Tiga puluh tahun kemudian, Steinn dan Solrun bertemu di balkon sebuah hotel. Hotel tempat tujuan mereka berlibur tiga puluh tahun lalu, sebelum kejadian tabrak lari itu terjadi. Apa yang sebenarnya terjadi tiga puluh tahun lalu? Benarkah mereka telah melakukan pembunuhan tak disengaja? Tetapi mengapa tak ada berita maupun tak ada yang melaporkan tentang tertabraknya seorang wanita tua?

The Castle in the Pyrenees, karya Jostein Gaarder yang mempertanyakan tentang jiwa dan nurani manusia, melalui hubungan dua anak manusia. Kisah yang mengeksplorasi posisi kesadaran manusia di semesta. Bisakah sains menjelaskan semuanya, ataukah ada daya tak terlihat yang memengaruhi kehidupan kita?
**

Stein dan Solrun bertemu kembali setelah tiga puluh tahun kemudian. Steinn berlatar belakang sains,  sementara Solrunn yang berlatar belakang spiritualitas menjadi kerap saling mempertanyakan beberapa hal tentang makna hidup dan kematian melalui korespondensi email mereka. Ciri khas Gaarder (seperti novel awalnya-dunia Sophie)  yang menampilkan diskusi-diskusi  filosofis lewat novel sangat khas juga dalam novel ini. Malah kesannya ini buku filsafat berasa novel, bukan novel berasa filsafat.

Kalimat-kalimat dalam novel ini tidak berat, namun mendalam (terima kasih penerjemah). Pembahasan tentang spiritualitas, ateisme, tentang penciptaan, bahkan kadang kental dengan sains tentang asal mula planet ini dan juga perubahan cuaca juga termasuk tema yang dibahas dalam korespondensi mereka. Pada bagian asal mula planet pendapat mereka cukup berbeda. Salah satu mengambil dari sisi sains, sementara yang lain dari sisi spiritualitas. Stein dan Solrun juga  membicarakan kisah masa lalu, yaitu mengapa setelah lima tahun bersama, mereka akhirnya berpisah. Meski tema yang dibahas agak berat, tetapi Gaarder juga menggambarkan konteks keindahan alam tempat si tokoh utama berada. Ya, Norwegia menjadi konteks novel ini.

Membaca novel ini kita seperti ditarik pada gaya pemikiran keduanya. Pembaca bisa menempatkan diri untuk memilih peran mereka di salah satu tokoh. Apakah pembaca cenderung mengikuti gaya pemikiran Steinn atau Solrun?
Akhir cerita novel ini tidak tertebak. Dan, sedih menurutku. Pertemuan yang mereka rencanakan tidak terjadi. Tetapi pertukaran nila-nilai filosofis telah terjadi. Salah satu tokoh utama mengalami kecelakaan tak terduga. Menyedihkan..

(Novelnya bagus menurutku, apalagi untuk penggemar tema-tema filosofis ini. Tetapi novel ini akhirnya menjadi proyek ‘’berbagi lewat buku’’ alias tidak menjadi koleksi di rak bukuku lagi. Mungkin karena terbawa perasaan dengan akhir kisahnya..Hmmm)

Tentang penulis (dari website Mizan):

Jostein Gaarder adalah penulis novel filsafat Sophie’s World (terj. Indonesia: Dunia Sophie, Mizan, 1996) yang merupakan salah satu novel terlaris di dunia pada 1995. Sophie’s World telah diterjemahkan dalam 50 bahasa. Ciri khas tulisannya yang memadukan keindahan dongeng dan kedalaman perenungan dapat dinikmati dalam karya-karyanya yang telah diterbitkan Mizan, di antaranya: Putri Sirkus dan Lelaki Penjual Dongeng, Dunia Maya, Dunia Cecilia, The Orange Girl, The Magic Library, Dunia Anna, Misteri Soliter, The Puppeteer, dan The Castle in the Pyrenees. Selain menulis, dia giat mengampanyekan pelestarian lingkungan melalui Sofie Foundation yang didirikannya bersama istrinya, Siri, pada 1997. Kini, dia tinggal di Oslo, Norwegia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar